Adsenasia – Tuntunan Shalat Fardhu Bagian 1 Syarat Shalat. Secara bahasa, syarat bermakna alamat, sedangkan menurut istilah ialah sesuatu yang harus ada (Ada atau dilakukan) karena ketiadaannya akan menyebabkan tidak adanya sesuatu. Namun, keberadaannya tidak mengharuskan ada dan tidak adanya sesuatu. Jadi tiadanya syarat Shalat, baik semua maupun sebagian dapat mengakibatkan shalat menjadi tidak sah, walaupun meninggalkannya karena lupa, tidak tahu, atau bahkan karena sengaja.
Syarat-syarat Shalat dibagi menjadi dua yaitu :
1). Syarat-syarat wajibnya Shalat
2). Syarat-syarat sahnya Shalat
SYARAT-SYARAT WAJIBNYA SHALAT
Syarat wajib Shalat adalah syarat-syarat yang wajib yang jika seseorang memenuhi syarat ini, maka dia wajib mengerjakan Shalat. Dan jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat wajib Shalat, maka dia tidak diwajibkan untuk melakukan Shalat.
Syarat-syarat wajibnya Shalat ada 6, yaitu :
1). Islam.
Orang yang mengerjakan Shalat fardhu, harus beragama islam. Jika seseorang yang bukan beragama islam mengerjakan Shalat fardhu, maka tidak ada pahalanya.
Allah berfirman : “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus” (Al-Bayyinah : 5)
Orang yang tidak beragama islam, tidak wajib Shalat.
2). Suci Dari Berbagai Hadats Dan Najis
Hadats adalah suatu sifat yang dapat menghalangi shalat dan ibadah lain yang sejenis (memerlukan kondisi suci). Hadats ada dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil cukup dihilangkan dengan wudlu sedangkan hadats besar harus dengan mandi.
3). Berakal sehat
Jika seseorang tidak berakal sehat atau gila, maka dia tidak diwajibkan untuk melakukan Shalat. Baik gilanya sebentar atau gilanya selamanya dia hidup di dunia.
Nabi bersabda,
Diangkat pena dari tiga golongan : orang yang tidur sampai ia bangun, orang gila sampai kembali akalnya atau sadar, dan anak kecil hingga ia besar.
4). Baligh (dewasa)
Orang yang belum baligh atau dewasa, maka tidak diwajibkan Shalat.
Tanda-tanda seseorang sudah baligh
4.1). Sudah berumur 10 tahun
Nabi saw bersabda,
Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan Shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila meninggalkan Shalat pada saat mereka telah berusia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.(HR Abu Dawud no. 495 dan Irwaul Ghalil No. 247)
4.2). Sudah mimpi basah atau haid. Khusus untuk wanita/anak perempuan tandanya adalah Haid. Ada pula tanda-tanda lain yang dapat menjadi ukuran telah dewasa atau baligh. Ada wanita yang telah mencapai usia dewasa namun belum baligh karena mungkin ada penyakit yang ada pada dirinya, maka balighnya dapat dilihat dari tanda-tanda lainnya. Demikian pula dengan laki-laki, yaitu tanda-tanda lainnya yang mungkin biasa dialami adalah mimpi bersetubuh, suaranya berubah, tumbuh rambut pada kemaluan dan lain sebagainya.
5). Dakwah telah sampai kepadanya.
Orang yang belum pernah sekalipun menerima dakwah agama islam, maka dia tidak mempunyai kewajiban Shalat
6). Terjaga. Orang yang tidak terjaga seperti pingsan atau tidur, maka tidak wajib mengerjakan Shalat.
SYARAT-SYARAT SAHNYA SHALAT
Syarat-syarat sahnya Shalat adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam melakukan Shalat. Jika syarat sahnya Shalat tidak dipenuhi, maka Shalatnya tidak sah. Berikut ini syarat-syarat sahnya Shalat :
1). Masuk waktu Shalat
Jika seseorang shalat sebelum masuk waktunya, maka dia tidak disebut menunaikan kewajiban. Malaikat jibril telah mengajarkan waktu-waktu shalat kepada nabi kita. Beliau kemudian mengajarkannya kepada para sahabat.
Shalat tepat waktu memang dianjurkan, namun untuk kehati-hatian, sebaiknya kita mundurkan waktu sebentar misalnya 10 menit dari jadwal yang sudah ada. Tidak boleh mengakhirkan sampai waktu yang akan selesai waktu shalatnya.
Jika teman terlewat waktu shalat, maka dapat wajib menggantinya. Jika yang terlewat waktu shalatnya banyak sekali, maka wajib diganti secara berurutan.
Hal ini sebagaimana dilakukan nabi ketika perang Ahzab. Namun jika banyak sekali Shalat yang ditinggalkan atau lewat waktu, maka bisa diganti pada tiap waktu shalat (tidak dikerjakan dalam sekali waktu).
Firman allah swt,
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah Shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya Shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS-Annisa:103)
2). Suci dari hadats besar dan hadats kecil
Hal ini sesuai dengan dalil berikut :
Sabda nabi saw,
Allah tidak akan menerima Shalat di antara kalian hingga bersuci (HR Muslim)
Dari Ali bin Abi Thalib ra berkata, nabi saw bersabda, “Kunci Shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu Shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan adalah salam” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Firman allah swt di dalam quran,
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. (Al-Maidah : 6)
3). Suci badan, pakaian dan tempat Shalat dari najis
Sabda nabi saw yang berkaitan dengan wanita yang keluar darahnya,
Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah Shalat (HR Bukhari dan Muslim)
Firman allah swt,
Dan pakaianmu, maka sucikanlah (QS Al-Muddatstsir:4)
Mengenai keharusan sucinya tempat Shalat adalah hadist dari abu hurairah ra, ia berkata,
Telah berdiri seorang laki-laki badui (‘Arabi) kemudian dia kencing di masjid Rasulullah saw, sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabda Rosulullah saw, “Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan atau tidak diutus dengan membaca kesulitan” (HR Bukhari)
Selama melaksanakan ibadah Shalat, baju yang dipakai harus suci dari segala jenis najis. Allah berfirman,
Sesungguhnya allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang bersuci. (QS Al-Baqoroh:222)
Dan Sabda Nabi saw,
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, dari Nabi saw, “Allah ‘azza wa jalla tidak dapat menerima sedekah dari hasil yang tidak halal dan tidak dapat menerima Shalat tanpa wudhu” (Shahih muslim, Abu Dawud, Nasai dan Ibn Majah)
4). Menutup Aurat
Aurat wajib ditutup ketika Shalat, baik itu laki-laki dan perempuan. Aurat laki-laki merdeka adalah antara pusar dan lutut harus tertutup. Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ini adalah aurat ketika shalat. Untuk perihal aurat ini seperti antara sesama laki, dengan wanita mahram dan lain sebagainya, itu ada yang berbeda dengan aurta ketika Shalat. Mungkin akan dalam tulisan yang berbeda.
Firman allah swt,
Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali berada di tempat sujud (QS Al-A’raf:31)
Makna “pakaian yang indah” adalah yang menutup aurat, sedangkan “tempat sujud” adalah tempat Shalat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya Shalat dan barangsiapa Shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka Shalatnya tidak sah.
5). Menghadap kiblat
Setiap orang yang mengerjakan Shalat wajib menghadap kiblat, dan wajib mencari arah kibat yang benar.
Allah berfirman,
” Hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram” (Al – Baqoroh : 144). “
Dan Hadits nabi, “Jika kalian hendak mendirikan Shalat, maka sempurnakanlah Shalat dan menghadap kibat.” (HR Bukhari (6667) dan Muslim (397)).
Jika berkendaraan, maka kita menghadap sesuai dengan kendaraan tersebut berjalan. Hal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Bila nabi berada di dalam perjalanan, beliau Shalat sunnah di atas kendaraannya dengan menghadap sesuai arah kendaraannya
(HR Bukhari 400). Jika datang waktu shalat wajib, beliau turun dan menghadap kiblat.